Kamis, 28 Desember 2017

ETIKA AUDITING

Pengertian Etika
Etika (praksis) diartikan sebagai nilai-nilai atau norma-norma moral yang mendasari perilaku manusia. Etika (umum) didefinisikan sebagai perangkat prinsip moral atau nilai. Dengan kata lain,etika merupakan ilmu yang membahas dan mengkaji nilai dan norma moral.



Pengertian Auditing
Secara Umum,Auditing adalah suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang kegiatan dankejadian ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan- pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta penyampaian hasil-hasilnyakepada pemakai yang berkepentingan.


Pengertian Etika Auditing

Etika dalam auditing adalah suatu prinsip untuk melakukan proses pengumpulan dan pengevaluasian bahan bukti tentang informasi yang dapat diukur mengenai suatu entitas ekonomi untuk menentukan dan melaporkan kesesuaian informasi yang dimaksud dengan kriteria-kriteria yang dilakukan oleh seorang yang kompeten dan independen.

Pentingnya Nilai-Nilai Etika dalam Auditing
Beragam masalah etis berkaitan langsung maupun tidak langsung dengan auditing. Banyak auditor menghadapi masalah serius karena mereka melakukan hal-hal kecil yang tak satu pun tampak mengandung kesalahan serius, namun ternyata hanya menumpuknya hingga menjadi suatu kesalahan yang besar dan merupakan pelanggaran serius terhadap kepercayaan yang diberikan. Oleh karena itu, pengetahuan akan tanda-tanda peringatan adanya masalah etika akan memberikan peluang untuk melindungi diri sendiri, dan pada saat yang sama, akan membangun suasana etis di lingkungan kerja.
Berikut adalah masalah-masalah etika dalam auditing yang dapat dijumpai oleh auditor yang meliputi permintaan atau tekanan untuk:
  1. Melaksanakan tugas yang bukan merupakan kompetensinya
  2. Mengungkapkan informasi rahasia
  3. Mengkompromikan integritasnya dengan melakukan pemalsuan, penggelapan, penyuapan dan sebagainya.
  4. Mendistorsi obyektivitas dengan menerbitkan laporan-laporan yang menyesatkan.
Jika auditor tunduk pada tekanan atau permintaan tersebut, maka telah terjadi pelanggaran terhadap komitmen pada prinsip-prinsip etika yang dianut oleh profesi. Oleh karena itu, seorang auditor harus selalu memupuk dan menjaga kewaspadaannya agar tidak mudah takluk pada godaan dan tekanan yang membawanya ke dalam pelanggaran prinsip-prinsip etika secara umum dan etika profesi. Seorang auditor haruslah memiliki kesadaran dan kepekaan etis yang tinggi; mampu mengenali situasi-situasi yang mengandung isu-isu etis sehingga memungkinkannya untuk mengambil keputusan atau tindakan yang tepat.

Dilema Etika
Dilema etika adalah situasi yang dihadapi seseorang di mana keputusan mengenai perilaku yang pantas harus dibuat. Auditor banyak menghadapi dilema etika dalam melaksanakan tugasnya. Bernegosiasi dengan auditan jelas merupakan dilema etika. Ada beberapa alternatif pemecahan dilema etika, tetapi harus berhati-hati untuk menghindari cara yang merupakan rasionalisasi perilaku tidak beretika. Berikut ini adalah metode rasionalisasi yang biasanya digunakan bagi perilaku tidak beretika:
  1. Semua orang melakukannya. Argumentasi yang mendukung penyalahgunaan pelaporan pajak, pelaporan pengadaan barang/jasa biasanya didasarkan pada rasionalisasi bahwa semua orang melakukan hal yang sama, oleh karena itu dapat diterima.
  2. Jika itu legal, maka itu beretika. Menggunakan argumentasi bahwa semua perilaku legal adalah beretika sangat berhubungan dengan ketepatan hukum. Dengan pemikiran ini, tidak ada kewajiban menuntut kerugian yang telah dilakukan seseorang.
  3. Kemungkinan ketahuan dan konsekuensinya. Pemikiran ini bergantung pada evaluasi hasil temuan seseorang. Umumnya, seseorang akan memberikan hukuman (konsekuensi) pada temuan tersebut.
Para ahli etika telah mengembangkan kerangka formal yang akan membantu orang dalam memecahkan masalah dilema etika. Tujuan kerangka ini adalah untuk menentukan masalah-masalah etika dan menetapkan tindakan yang tepat dengan menggunakan norma orang yang bersangkutan. Pendekatan enam langkah berikut ini merupakan pendekatan sederhana untuk memecahkan dilema etika:
  1. Dapatkan fakta-fakta yang relevan
  2. Identifikasi isu-isu etika dari fakta-fakta yang ada
  3. Tentukan siapa dan bagaimana orang atau kelompok yang dipengaruhi oleh dilema etika
  4. Identifikasi alternatif-alternatif yang tersedia bagi orang yang memecahkan dilema etika
  5. Identifikasi konsekuensi yang mungkin timbul dari setiap alternatif
  6. Tetapkan tindakan yang tepat.

Tanggung Jawab Auditor Kepada Publik

Dalam kode etik diungkapkan, akuntan tidak hanya memiliki tanggung jawab terhadap klien yang membayarnya saja, akan tetapi memiliki tanggung jawab juga terhadap publik. Kepentingan publik didefinisikan sebagai kepentingan masyarakat dan institusi yang dilayani secara keseluruhan. Publik akan mengharapkan akuntan untuk memenuhi tanggung jawabnya dengan integritas, obyektifitas, keseksamaan profesionalisme, dan kepentingan untuk melayani publik. Para akuntan diharapkan memberikan jasa yang berkualitas, mengenakan jasa imbalan yang pantas, serta menawarkan berbagai jasa dengan tingkat profesionalisme yang tinggi. Atas kepercayaan publik yang diberikan inilah seorang akuntan harus secara terus-menerus menunjukkan dedikasinya untuk mencapai profesionalisme yang tinggi.

Integritas
Integritas berkaitan dengan profesi auditor yang dapat dipercaya karena menjunjungtinggi kebenaran dan kejujuran. !ntegritas tidak hanya berupa kejujuran tetapi juga sifat dapatdipercaya, bertindak adil dan berdasarkan keadaan yang sebenarnya

Obyektifitas
Auditor yang obyektif adalah auditor yang tidak memihak sehingga independensi profesinya dapat dipertahankan. Dalam mengambil keputusan atau tindakan, ia tidak boleh bertindak atas dasar prasangka atau bias, pertentangan kepentingan, atau pengaruh dari pihak lain

Kompetensi dan Kehati-hatian
Agar dapat memberikan layanan audit yang berkualitas, auditor harus memiliki danmempertahankan kompetensi dan ketekunan. Untuk itu auditor harus selalu meningkatkan pengetahuan dan keahlian profesinya pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa instansi tempat ia bekerja atau auditan dapat menerima manfaat dari layanan profesinya berdasarkan pengembangan praktik, ketentuan, dan teknik-teknik yang terbaru

Kerahasiaan
Auditor harus mampu menjaga kerahasiaan atas informasi yang diperolehnya dalammelakukan audit, walaupun keseluruhan proses audit mungkin harus dilakukan secara terbukadan transparanDalam prinsip kerahasiaan ini juga, auditor dilarang untuk menggunakan informasi yangdimilikinya untuk kepentingan pribadinya, misalnya untuk memperoleh keuntungan finansial.

Independensi Auditor

Independensi berarti sikap mental yang bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh orang lain, tidak tergantung pada orang lain. Independensi dapat juga diartikan adanya kejujuran dalam diri auditor dalam mempertimbangkan fakta dan adanya pertimbangan yang obyektif tidak memihak dalam diri auditor dalam merumuskan dan menyatakan pendapatnya.

Independensi akuntan publik mencakup empat aspek, yaitu :

Independensi sikap mental
Independensi sikap mental berarti adanya kejujuran di dalam diri akuntan dalam mempertimbangkan fakta-fakta dan adanya pertimbangan yang obyektif tidak memihak di dalam diri akuntan dalam menyatakan pendapatnya.

Independensi penampilan.
Independensi penampilan berarti adanya kesan masyarakat bahwa akuntan publik bertindak independen sehingga akuntan publik harus menghindari faktor-faktor yang dapat mengakibatkan masyarakat meragukan kebebasannya. Independensi penampilan berhubungan dengan persepsi masyarakat terhadap independensi akuntan publik.

Independensi praktisi (practitioner independence)
Independensi praktisi berhubungan dengan kemampuan praktisi secara individual untuk mempertahankan sikap yang wajar atau tidak memihak dalam perencanaan program, pelaksanaan pekerjaan verifikasi, dan penyusunan laporan hasil pemeriksaan. Independensi ini mencakup tiga dimensi, yaitu independensi penyusunan program, independensi investigatif, dan independensi pelaporan.

Independensi profesi (profession independence)
Independensi profesi berhubungan dengan kesan masyarakat terhadap profesi akuntan publik.


CONTOH KASUS :


Kasus Dugaan Suap Pejabat Kemendes PDTT dan Auditor BPK

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terkait kasus suap yang melibatkan pejabat Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT) dan pejabat serta auditor Badan Pemeriksa Keuangan RI.

Kasus dugaan suap yang ditangani KPK tersebut terkait pemberian opini wajar tanpa pengecualian (WTP) oleh BPK RI terhadap laporan keuangan Kemendes PDTT tahun anggaran 2016.

Kronologi OTT dalam kasus suap ini berawal dari penyelidikan KPK atas laporan masyarakat atas dugaan terjadinya tindak pidana korupsi.

KPK memeriksa laporan keuangan Kemendes PDTT Tahun Anggaran 2016. KPK yang melakukan penyelidikan kemudian melakukan operasi OTT di kantor BPK RI. Dari kantor BPK, KPK sempat mengamankan enam orang, yakni pejabat Eselon I BPK Rochmadi Saptogiri (RS), Auditor BPK Ali Sadli (ALS), pejabat eselon III Kemendes PDTT Jarot Budi Prabowo (JBP), sekretaris RS, sopir JBP, dan satu orang satpam. KPK kemudian melakukan penggeledahan di sejumlah ruangan di kantor BPK. Di ruang Ali Sadli, KPK menemukan uang Rp 40 juta yang diduga merupakan bagian dari total commitment fee Rp 240 juta untuk suap bagi pejabat BPK. Uang Rp 40 juta ini merupakan pemberian tahap kedua ketika tahap pertama Rp 200 juta diduga telah diserahkan pada awal Mei 2017.

KPK kemudian menggeledah ruangan milik Rochmadi Saptogiri, dan ditemukan uang Rp 1,145 miliar dan 3.000 dollar AS atau setara dengan 39,8 juta di dalan brankas.

KPK sedang mempelajari uang di ruangan Rochmadi Saptogiri tersebut terkait kasus dugaan suap yang sedang ditangani ini atau bukan.

Setelah mengamankan enam orang dan melakukan penggeledahan di kantor BPK RI, KPK pada hari yang sama mendatangi kantor Kemendes PDTT di Jalan TMP Kalibata, Jakarta Selatan. Setelah melakukan rangkaian penangkapan dan penggeledahan, dari hasil gelar perkara KPK meningkatkan status perkara kasus ini menjadi penyidikan. KPK menangkap satu orang yakni Irjen Kemendes PDTT.

Dari total tujuh orang yang diamankan, empat di antaranya menjadi tersangka. Mereka yang menjadi tersangka, yakni Sugito, Jarot Budi Prabowo, Rochmadi Saptogiri dan Ali Sadli.

Sementara sekretaris Rochmadi Saptogiri, sopir Jarot Budi Prabowo, dan satu orang satpam berstatus saksi.

KPK menyimpulkan adanya dugaan tidak pidana korupsi penerimaan hadiah atau janji terkait dengan pemeriksaan BPK RI terhadap laporan keuangan Kemendes PDTT tahun anggaran 2016.

KPK menemukan dugaan korupsi dalam bentuk suap terkait pemberian opini wajar tanpa pengecualian (WTP) oleh BPK RI terhadap laporan keuangan Kemendes PDTT tersebut.

Sebagai pihak pemberi suap, Sugito dan Jarot dijerat Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 64 KUHP Juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Sementara Rochmadi dan Ali, sebagai pihak penerima suap disangkakan dengan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagai mana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 64 KUHP Juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

PENYELESAIAN :

Dari kasus diatas, dapat diketahui bahwa seorang auditor belum memenuhi empat aspek indepedensi, tiga diantaranya independensi sikap mental yaitu, adanya kejujuran dalam diri auditor dan tidak mudah terpengaruh atau dikendalikan orang lain. Kedua, independensi penampilan dari kasus ini menimbulkan persepsi yang baru dari masyarakat karena kasus ini banyak dimuat di media dan menjadi konsumsi publik sehingga kesan auditor dengan kuallitas independen menurut masyarakat menjadi berkurang. Yang ketiga, independensi praktisi bahwa KPK menemukan kasus diatas BPK memberikan opini wajar tanpa pengecualian yang mana seharusnya di dalam laporan keuanga Kemendes PDTT tahun anggaran 2016 adalah tidak wajar.
Antsipasi yang dilakukan oleh BPK telah memiliki sistem penegakan hukum internal melalui majelis kehormatan kode etik yang telah terbukti efektif untuk menangani kasus-kasus pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh pegawai maupun pimpinan BPK. Meski ada upaya penegakan hukum melalui majelis kehormatan etik, tidak semua anggotanya bisa dipantau majelis kehormatan etik tersebut karena sistem tidak dapat memastikan atau memantau setiap individu di BPK.